konyol

Selasa, 14 Oktober 2014

KEARIFAN LOKAL DIBIDANG PERTANIAN



KAJIAN BUDIDAYA PERTANIAN BERBASIS PENGETAHUAN DAN KEARIFAN LOKAL DI DAERAH LERENG GUNUNG MERAPI


 





Budidaya Pertanian Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal di Daerah
Lereng Gunung Berapi

Daerah lereng gunung berapi menja
di sentra produksi hortikutura khususnya
tanaman sayuran dan tanaman hias yang bernilai ekonomi tinggi. Tanah subur
yang secara berkala mendapat tambahan material baru hasil erupsi, ada hembusan
material SO2, tekstur berdebu di lereng Merbabu dan berpasir di lereng Merapi
serta struktur tanah gembur hingga lepas menjadi media tumbuh yang ideal bagi
tanaman
.
Bagi masyarakat agraris, bertani adalah bagian dari ibadah. Bertani merupakan
seni membangun relasi yaitu relasi manusia dengan Sang Pencipta, relasi
dengan
alam dan relasi sesama makluk hidup antara manusia
- tanaman
- hewan sesama titah ngaurip. Pada saat wiji nyuwita siti/bantala (benih menyatu dengan tanah) segera
berinteraksi dengan tirta (H2O), bayu/maruta (CO2dan O2) serta surya (sinarmatahari) menjadikan benih hidup (Suprihati, 2012a). Bukankah itu prinsip dasar  imbibisi dan fotosintesis?  Sebagai dasar perekat relasi adalah harmoni atau
keselarasan ‘untuk segala sesuatu ada waktunya’. Dasar tersebut terwujud dalam
sistem pranata mangsa (bahasa Jawa
pranåtåmångså, berarti ‘ketentuan musim')
diantaranya versi Kasunanan yang berlaku untuk wilayah di antara Gunung
Merapi dan Gunung Lawu.
Salah satu praktik bercocok tanam di lereng gunung adalah nyabuk gunung.
Sabuk merupakan pengikat pinggang agar  pakaian yang dikenakan kencang dan
tidak lepas, kadang penegas bentuk badan, ataupun asesori pelengkap keindahan
busana. Nyabuk gunung berarti memasang sabuk pada gunung, agar pakaian
(dalam hal ini tanah) tidak melorot. Vandana Shiva dalam Keraf (2002)
menuliskan bahwa ‘tanah bukan sekedar rahim bagi reproduksi kehidupan
biologis, melainkan juga reproduksi kehidupan budaya dan spiritual’. Konsep ini
senada dengan konsep ibu pertiwi.

Istilah nyabuk gunung merupakan adopsi budaya lokal di bidang lingkungan
hidup. Merupakan salah satu tindakan konservasi tanah yaitu bercocok tanam
dengan cara memotong lereng mengikuti kontur (contour cropping), searah
dengan kontur atau garis ketinggian sehingga dari jauh nampak melingkari
gunung seperti sabuk. Dengan teknik
budidaya tersebut kecepatan air aliran
permukaan tanah (run off) dapat dikurangi, laju erosi berkurang, memperbesar
kesempatan infiltrasi sehingga memperbesar sediaan air bumi dan dihambatnya
merosotnya lapisan permukaan tanah dari lereng bagian atas ke ba
wah. Berbagai
variasi dari nyabuk gunung diantaranya strip cropping, alley cropping (budidaya
lorong) yang mengkombinasikan antara pengembalian hijauan hasil pangkasan
tanaman pagar dengan contour cropping.
Sistem berundak atau sengkedan merupakan sistem bercocok tanam yang
diberlakukan di lereng gunung. Pembuatan teras bangku atar teras tangga
menyediakan bidang yang relatif datar untuk bercocok tanam. Terras ini dibuat
dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga
membentuk deretan tangga. Dinding terras diperkuat dengan materi setempat
semisal rerumputan ataupun bebatuan.

Pembuatan sengkedan ini dibarengi dengan pengolahan tanah yang terbatas,
pembuatan teras bangku menghasilkan bidang datar dengan lebar terbatas
tergantung kemiringan lereng. Pengolahan tanah dengan mekanisasi penuh sulit
diterapkan pada lahan berlereng ini sehingga alat olah tanah cangkul/pacul
sederhana menjadi andalan petani. Pengolahan tanah non intensif ini sangat
membantu konservasi tanah. Terkandung kea
rifan lokal dari pacul berkenaan
dengan papat kang ucul (keutamaan perilaku). Kemuliaan seseorang akan sangat
tergantung cara menggunakan mata (melihat kesulitan sesama), hidung (mencium
kebaikan), telinga (mendengar nasihat) dan mulutnya (berkata-kata dengan adil).
Bagian utama dari cangkul adalah doran, tandhing, bawak dan landhep,
terangkum didalamnya hidup adalah pertandingan yang harus diisi dengan kerja
keras, kecerdasan dan mengucap syukur dalam segala hal.
Integrasi tanaman semusim dan tahunan pada
daerah berlereng sangatlah penting.
Mengacu contoh di Kabupaten Temanggung, tembakau merupakan komoditas
penting penopang ekonomi, areal penanamannya semakin mengarah ke puncak
Sindoro dan berpotensi memperbesar erosi di daerah tersebut. Integrasi tembakau
dan kopi yang juga merupakan komoditas unggulan dirakit. Pola Tlahap adalah
budidaya tanaman tembakau di Desa Tlahap di lereng Gunung Sindoro dengan
sistem terasering dan tumpangsari bersama tanaman kopi arabika dan rumput
untuk pakan ternak.
Membutuhka
n waktu yang cukup panjang untuk mensosialisasikan program ini,
kesiapan rakitan teknologi dengan pemilihan kopi arabika kate luas tajuk terbatas
dan tidak terlalu tinggi (Kartika 1, Kartika 2), negosiasi panjang dengan Asosiasi
Petani Tembakau sebelum pola Tlahap dapat diterima oleh masyarakat lereng
Gunung Sindoro dan siap direplikasi oleh wilayah yang setipe. Hasil kajian
menunjukkan pola Tlahap, menuju Good Agriculture Practices pada budidaya
tembakau di Kabupaten Temanggung (Suprihati, 2010).
 Komponen utamanya adalah integrasi tembakau kopi, terasering, penguat teras rumput pakan.

Menurut formula Wischemeir dan Smith (1978 dalam Arsyad, 1989 besarnya
erosi tanah dirumuskan: A= K R LS CP. Simbol A adalah banyaknya tanah yang
tererosi, K adalah faktor
erodibilitas tanah, R adalah erosivitas hujan, L adalah
panjang lereng, S merupakan kemiringan lereng, C adalah faktor pengelolaan
tanaman dan P adalah faktor-faktor tindakan khusus konserasi tanah. Praktik
nyabuk gunung, sengkedan merupakan bentuk pengelolaan lahan yang
menghasilkan faktor L S dan P yang nilainya lebih kecil sehingga menekan erosi
tanah. Implementasi pola TLAHAP merupakan upaya menekan erosi melalui
pengelolaan faktor CP.
Kegiatan bertani bukan hanya masalah teknis untuk peningkatan hasil
panen
(ekonomis) namun juga mencakup kegiatan sosial budaya. Pranata sosial aneka
ritual sangat lekat dengan dunia pertanian. Salah satu ritual yang terkenal adalah
acara ruwat bumi. Pada hakekatnya ruwat bumi adalah pengucapan syukur atas
berkat Tuhan be
rupa hasil panen yang melimpah serta permohonan dijauhkan dari
bencana. Berbagai kegiatan selama ruwat bumi diantaranya sesaji hasil panen
(persembahan dan pelayanan kepada sesama), pengembalian sisa tanaman ke
tanah (dasar dari neraca hara) dan hiburan pa
gelaran wayang.
Lakon yang digelarpun aneka disesuaikan dengan kondisi setempat semisal lakon
Makukuhan yang dikembangkan menjadi dasar Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT) yang mencakup PHT. Merespon erupsi Merapi, acara ruwat bumi tahun
2011 di Joglo Lencoh, Kecamatan Selo, Boyolali menggelar lakon ‘Ismaya
Maneges’. Tokoh Semar yang merupakan pewujudan Bathara Ismaya yang
merakyat mendatangi Kahyangan, maneges menanyakan sikap para dewa atas
kondisi rakyat yang menderita akibat bencana (Yulianto, 2011).

Implementasi Budidaya Pertanian Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal
di Daerah Lereng Gunung Berapi

Identifikasi pengetahuan dan kearifan lokal yang berakar kuat di daerah setempat
merupakan modal utama sistem budidaya pertanian berkelanjutan. Pemilahan
beberapa nilai budaya yang masih tetap relevan diberlakukan dan beberapa perlu
sentuhan kekinian dalam penerapannya. Pengkayaan nilai dari daerah yang setipe
dibarengi adaptasi kultural disesuaikan dengan potensi lokal meningkatkan nilai
gunanya. Hal ini
senada dengan warisan ilmu dari Ki Hadjar Dewantara ‘Tiga N’
yaitu: niteni, nirokake dan nambahi (mencermati, menirukan dan menambah),
sistem peringatan dini dan antisipasi merupakan produk dari pendekatan ini.Gerakan budidaya pertanian berbasis pengetahuan dan kearifan lokal pendukung
keberlanjutan tidak bisa digulirkan begitu saja, diperlukan lokomotif penarik dan pendorongnya. Perlu pemimpin kharismatik masyarakat lokal yang didukung oleh
birokrasi struktural. Penciptaan peran model yang mampu menjembatani dan fasih
berbicara dengan dua bahasa yaitu bahasa sains dan bahasa pengetahuan kearifan
lokal sebagai agen pembaharu menjadi sangat penting (Indiyanto, 2012). Melalui
sosok model panutan inilah pencitraan dibangun. Sebagai rangkuman, model
Budidaya Pertanian Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal di Daerah Lereng.

1 komentar:

  1. Blognya keren tapi orangnya engga :p
    canda :) kreatif ko


    Brian Rocky (^o^)

    BalasHapus