KAJIAN BUDIDAYA PERTANIAN
BERBASIS PENGETAHUAN DAN KEARIFAN LOKAL DI DAERAH LERENG GUNUNG MERAPI
Budidaya Pertanian Berbasis Pengetahuan dan Kearifan
Lokal di Daerah
Lereng Gunung Berapi
Daerah
lereng gunung berapi menja
di sentra
produksi hortikutura khususnya
tanaman
sayuran dan tanaman hias yang bernilai ekonomi tinggi. Tanah subur
yang secara
berkala mendapat tambahan material baru hasil erupsi, ada hembusan
material
SO2, tekstur berdebu di lereng Merbabu dan berpasir di lereng
Merapi
serta
struktur tanah gembur hingga lepas menjadi media tumbuh yang ideal bagi
Bagi
masyarakat agraris, bertani adalah bagian dari ibadah. Bertani merupakan
seni membangun
relasi yaitu relasi manusia dengan Sang Pencipta, relasi
dengan
alam dan
relasi sesama makluk hidup antara manusia
- tanaman
- hewan
sesama titah ngaurip. Pada saat wiji nyuwita siti/bantala (benih
menyatu dengan tanah) segera
berinteraksi
dengan tirta (H2O), bayu/maruta (CO2dan O2) serta
surya (sinarmatahari) menjadikan benih hidup (Suprihati, 2012a). Bukankah itu
prinsip dasar imbibisi dan fotosintesis?
Sebagai dasar perekat relasi adalah
harmoni atau
keselarasan
‘untuk segala sesuatu ada waktunya’. Dasar tersebut terwujud dalam
sistem
pranata mangsa (bahasa Jawa
pranåtåmångså,
berarti ‘ketentuan musim')
diantaranya
versi Kasunanan yang berlaku untuk wilayah di antara Gunung
Merapi dan
Gunung Lawu.
Salah satu
praktik bercocok tanam di lereng gunung adalah nyabuk gunung.
Sabuk
merupakan pengikat pinggang agar pakaian
yang dikenakan kencang dan
tidak lepas,
kadang penegas bentuk badan, ataupun asesori pelengkap keindahan
busana.
Nyabuk gunung berarti memasang sabuk pada gunung, agar pakaian
(dalam hal
ini tanah) tidak melorot. Vandana Shiva dalam Keraf (2002)
menuliskan
bahwa ‘tanah bukan sekedar rahim bagi reproduksi kehidupan
biologis,
melainkan juga reproduksi kehidupan budaya dan spiritual’. Konsep ini
senada
dengan konsep ibu pertiwi.
Istilah
nyabuk gunung merupakan adopsi budaya lokal di bidang lingkungan
hidup.
Merupakan salah satu tindakan konservasi tanah yaitu bercocok tanam
dengan cara
memotong lereng mengikuti kontur (contour cropping), searah
dengan
kontur atau garis ketinggian sehingga dari jauh nampak melingkari
gunung
seperti sabuk. Dengan teknik
budidaya
tersebut kecepatan air aliran
permukaan
tanah (run off) dapat dikurangi, laju erosi berkurang, memperbesar
kesempatan
infiltrasi sehingga memperbesar sediaan air bumi dan dihambatnya
merosotnya
lapisan permukaan tanah dari lereng bagian atas ke ba
wah.
Berbagai
variasi dari
nyabuk gunung diantaranya strip cropping, alley cropping (budidaya
lorong) yang
mengkombinasikan antara pengembalian hijauan hasil pangkasan
tanaman
pagar dengan contour cropping.
Sistem
berundak atau sengkedan merupakan sistem bercocok tanam yang
diberlakukan
di lereng gunung. Pembuatan teras bangku atar teras tangga
menyediakan
bidang yang relatif datar untuk bercocok tanam. Terras ini dibuat
dengan jalan
memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah sehingga
semisal
rerumputan ataupun bebatuan.
Pembuatan
sengkedan ini dibarengi dengan pengolahan tanah yang terbatas,
pembuatan
teras bangku menghasilkan bidang datar dengan lebar terbatas
tergantung kemiringan
lereng. Pengolahan tanah dengan mekanisasi penuh sulit
diterapkan
pada lahan berlereng ini sehingga alat olah tanah cangkul/pacul
sederhana
menjadi andalan petani. Pengolahan tanah non intensif ini sangat
membantu
konservasi tanah. Terkandung kea
rifan lokal
dari pacul berkenaan
dengan papat
kang ucul (keutamaan perilaku). Kemuliaan seseorang akan sangat
tergantung
cara menggunakan mata (melihat kesulitan sesama), hidung (mencium
kebaikan),
telinga (mendengar nasihat) dan mulutnya (berkata-kata dengan adil).
Bagian utama
dari cangkul adalah doran, tandhing, bawak dan landhep,
terangkum
didalamnya hidup adalah pertandingan yang harus diisi dengan kerja
keras,
kecerdasan dan mengucap syukur dalam segala hal.
Integrasi
tanaman semusim dan tahunan pada
daerah
berlereng sangatlah penting.
Mengacu
contoh di Kabupaten Temanggung, tembakau merupakan komoditas
penting
penopang ekonomi, areal penanamannya semakin mengarah ke puncak
Sindoro dan
berpotensi memperbesar erosi di daerah tersebut. Integrasi tembakau
dan kopi
yang juga merupakan komoditas unggulan dirakit. Pola Tlahap adalah
budidaya
tanaman tembakau di Desa Tlahap di lereng Gunung Sindoro dengan
sistem
terasering dan tumpangsari bersama tanaman kopi arabika dan rumput
untuk pakan
ternak.
Membutuhka
n waktu yang
cukup panjang untuk mensosialisasikan program ini,
kesiapan
rakitan teknologi dengan pemilihan kopi arabika kate luas tajuk terbatas
dan tidak
terlalu tinggi (Kartika 1, Kartika 2), negosiasi panjang dengan Asosiasi
Petani
Tembakau sebelum pola Tlahap dapat diterima oleh masyarakat lereng
Gunung
Sindoro dan siap direplikasi oleh wilayah yang setipe. Hasil kajian
menunjukkan
pola Tlahap, menuju Good Agriculture Practices pada budidaya
tembakau di
Kabupaten Temanggung (Suprihati, 2010).
Komponen utamanya adalah integrasi tembakau kopi,
terasering, penguat teras rumput pakan.
Menurut
formula Wischemeir dan Smith (1978 dalam Arsyad, 1989 besarnya
erosi tanah
dirumuskan: A= K R LS CP. Simbol A adalah banyaknya tanah yang
tererosi, K
adalah faktor
erodibilitas
tanah, R adalah erosivitas hujan, L adalah
panjang
lereng, S merupakan kemiringan lereng, C adalah faktor pengelolaan
tanaman dan
P adalah faktor-faktor tindakan khusus konserasi tanah. Praktik
nyabuk
gunung, sengkedan merupakan bentuk pengelolaan lahan yang
menghasilkan
faktor L S dan P yang nilainya lebih kecil sehingga menekan erosi
tanah.
Implementasi pola TLAHAP merupakan upaya menekan erosi melalui
pengelolaan
faktor CP.
Kegiatan
bertani bukan hanya masalah teknis untuk peningkatan hasil
panen
(ekonomis)
namun juga mencakup kegiatan sosial budaya. Pranata sosial aneka
ritual sangat
lekat dengan dunia pertanian. Salah satu ritual yang terkenal adalah
acara ruwat
bumi. Pada hakekatnya ruwat bumi adalah pengucapan syukur atas
berkat Tuhan
be
rupa hasil
panen yang melimpah serta permohonan dijauhkan dari
bencana.
Berbagai kegiatan selama ruwat bumi diantaranya sesaji hasil panen
(persembahan
dan pelayanan kepada sesama), pengembalian sisa tanaman ke
tanah (dasar
dari neraca hara) dan hiburan pa
gelaran
wayang.
Lakon yang
digelarpun aneka disesuaikan dengan kondisi setempat semisal lakon
Makukuhan
yang dikembangkan menjadi dasar Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT) yang
mencakup PHT. Merespon erupsi Merapi, acara ruwat bumi tahun
2011 di
Joglo Lencoh, Kecamatan Selo, Boyolali menggelar lakon ‘Ismaya
Maneges’.
Tokoh Semar yang merupakan pewujudan Bathara Ismaya yang
merakyat
mendatangi Kahyangan, maneges menanyakan sikap para dewa atas
kondisi
rakyat yang menderita akibat bencana (Yulianto, 2011).
Implementasi Budidaya Pertanian Berbasis Pengetahuan
dan Kearifan Lokal
di Daerah Lereng Gunung Berapi
Identifikasi
pengetahuan dan kearifan lokal yang berakar kuat di daerah setempat
merupakan
modal utama sistem budidaya pertanian berkelanjutan. Pemilahan
beberapa
nilai budaya yang masih tetap relevan diberlakukan dan beberapa perlu
sentuhan
kekinian dalam penerapannya. Pengkayaan nilai dari daerah yang setipe
dibarengi
adaptasi kultural disesuaikan dengan potensi lokal meningkatkan nilai
gunanya. Hal
ini
senada
dengan warisan ilmu dari Ki Hadjar Dewantara ‘Tiga N’
yaitu:
niteni, nirokake dan nambahi (mencermati, menirukan dan menambah),
sistem
peringatan dini dan antisipasi merupakan produk dari pendekatan ini.Gerakan
budidaya pertanian berbasis pengetahuan dan kearifan lokal pendukung
keberlanjutan
tidak bisa digulirkan begitu saja, diperlukan lokomotif penarik dan pendorongnya.
Perlu pemimpin kharismatik masyarakat lokal yang didukung oleh
birokrasi
struktural. Penciptaan peran model yang mampu menjembatani dan fasih
berbicara
dengan dua bahasa yaitu bahasa sains dan bahasa pengetahuan kearifan
lokal
sebagai agen pembaharu menjadi sangat penting (Indiyanto, 2012). Melalui
sosok model
panutan inilah pencitraan dibangun. Sebagai rangkuman, model
Budidaya Pertanian
Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal di Daerah Lereng.
Blognya keren tapi orangnya engga :p
BalasHapuscanda :) kreatif ko
Brian Rocky (^o^)